Budaya atau kebudayaan berasal dari
bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari
buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan
budi dan akal manusia. Budaya Bali adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki oleh masyarakat Bali dan diwariskan dari
generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit,
termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,
pakaian, bangunan dan karya seni.
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya memiliki sifat yang tidak kekal, seiring perkembangan jaman suatu dapat berubah-ubah sesuai dengan pengaruh atau atau kemajuan ilmu dan teknologi.
Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya memiliki sifat yang tidak kekal, seiring perkembangan jaman suatu dapat berubah-ubah sesuai dengan pengaruh atau atau kemajuan ilmu dan teknologi.
- Budaya Bali yang Sudah Hilang
Adapun budaya Bali yang telah menghilang, antara lain sebagai berikut.
- Desain bangunan
Desain rumah masyarakat Bali dahulu
terlihat bahwa bentuk rumah yang sangat sederhana. Bahan-bahan yang
digunakan dalam pembutan rumah juga sangat sederhana. Bahan-bahan yang
digunakan anatara lain tanah yang ditumpuk-tumpuk sehingga berwujud
tembok dan atap rumahnya menggunakan rumput lalang atau daun kelapa.
Tradisi rumah ini mulai ditinggalkan saat ada pengaruh dari luar dan
pengaruh jaman dan teknologi seperti sekarang ini. Saat ini masyarakat
khususnya di Bali menganggap bangunan seperti itu sudah “ketinggalan
jaman”. Masyarakat seolah-olah berlomba membuat bangunan rumah senyaman
mungkin. Mengenai tata ruang bangunanpun saat ini sudah tidak
diperhatikan lagi. Masyarakan sekreatif mungkin membuat bangunan yang
menarik tanpa memperhatikan tata ruang yang biasa dibuat oleh masyarakat
jaman dulu.
- Busana/Pakaian Masyarakat Bali
Jaman dahulu, masyarakat Bali
memiliki Budaya berbudana yang sangat sederhana. Hampir semua masyarakat
bali hanya memakai busana pada bagian bawah saja, yaitu dari perut
sampai ke kaki. Busana tersebut berbahan kain yang di pakai dan diikat
dengan sebuah selendang sehingga berbentuk kamben. Sedangkan bagian
atas, bisanya masyarakat Bali jarang menggunakan pakaian sehingga tubuh
bagian atas tetap telanjang. Seiring kemajuan jaman dan teknologi,
budaya berbusana ini ditinggalkan oleh masyarakat Bali. Saat ini
masyarakat Bali sudah memakai busana tertutup, artinya masyarakat sudah
memakai busana lengkap, baik bagian atas maupun bawah.
- Transportasi Gedebeg
Alat transportasi gedebeg merupakan
sarana transportasi yang dimiliki oleh masyarakat Bali pada jaman dulu.
Alat transportasi ini berbentuk gerobak, yang terbuat dari kayu yang
dipergunakan untuk mengangkut barang, terbuat dari kayu yang berbentuk
rumah kecil dan tenaga yang digunakan sebagai penarik transportasi ini
adalah seekor kerbau. alat transportasi ini biasanya digunakan untuk
mengankut hasil pertanian atau barang dagangan yang akan dibawa ke
pasar. Seiring perkembanggan jaman dan teknologi alat transportasi ini
sudah ditinggalkan karena kurang evisiensi waktu.
B. Budaya Bali yang Sudah Rapuh
Budaya Bali yang merapuh adalah budaya milik masyarakat Bali yang keberadaannya mulai ditinggalkan oleh masyarakat bali.
1. Subak di Bali
Subak Bali diputuskan menjadi Warisan
Dunia oleh UNESCO pada Jumat, 29 Juni 2012. Akademisi Pertanian I Wayan
Windia merupakan salah satu anggota komite yang mendorong adanya
pengakuan sistem irigasi subak dari Bali. Subak dapat memertahankan
nilai asli budaya masyarakat Bali dan tradisi kuno subak perlu
dilestarikan. Subak tidak hanya berfungsi sebagai sistem irigasi, tapi
juga merupakan bagian dari keyakinan rohani. Pengakuan dari UNESCO dapat
mendorong pemerintah dan petani lokal untuk tetap menjaga dan
memertahankan subak.
Ironisnya, setiap tahun sekira 1.000
hektare lahan pertanian di Bali telah diubah menjadi hotel dan rumah.
Karena itu, perlu adanya perlindungan khusus dari pihak internasional
agar subak tidak hilang begitu saja. Pariwisata di Bali sebenarnya bisa
mengancam kelestarian subak. Pasalnya, adanya pengembangan wisata di
sekitar subak membuat harga properti di sekitarnya naik sehingga petani
harus membayar pajak mahal. Tradisi yang selama ini hidup dikhawatirkan
juga hilang yaitu contohnya di Gunung Sari yang setiap tahunnya
dilaksanakan ritual panen. Petani akan berkumpul untuk berdoa meminta
keselamatan dan hasil panen yang baik. Bila Subak hilang, budaya Bali
juga akan hilang. Subak sangat penting karena merupakan dasar dari
budaya Bali.
2. Permainan Tradisional Bali
Permainan Tradisional Bali sekarang
jarang bisa kita temukan apalagi di daerah perkotaan, perkembangan
tekhnologi yang pesat hampir menenggelamkan mereka. Ada puluhan bahkan
ratusa permainan tradisional yang ada, orang tua juga seolah-olah tidak
memperhatikan dan cenderung tidak mampu mengarahkan anak-anak mereka
dalam melakukan permainan yang memang ternyata cukup susah, karena
permainan tradisional lebih menonjolkan permainan berkelompok yang
membutuhkan kekompakan dan kebersamaan dan secara tidak langsung
mendidik anak itu lebih bisa mengenal lingkungannya yang majemuk,
bergaul dengan tidak memandang status sosial dan kebersamaanya,
kesetiakawanan dengan suasana ceria di lingkungan mereka.
Banyak permainan tradisional yang ada di
Bali seperti; meong-meongan, megoak-goakana, metajog, nyen durine
nyongkok, engkeb–engkeban, main gangsing, main tajog. Dengan
perkembangan iptek yang pesat, anak-anak cenderung menggunakan
tekhnologi yang ada seperti video games yang bisa dimainkan dari
handphone, play station dan melalui internet. Mereka sepertinya lebih
asik bermain alat tersebut, tidak lagi berinteraksi dengan lingkungan
dengan teman sesamanya. Mereka hanya terfokus untuk menang mengumpat
kalau kalah. Anak-anak sampai kecanduan dan tidak fokus belajar, apalagi
permainan yang menggunakan handphone yang katanya ada ‘radiasi‘ yang
bisa mempengaruhi sel-sel tubuh dan perkembangan otak, ini tentunya akan
sangat berbahaya bagi perkembangan anak. Peran aktif orang tua sangat
dibutuhkan dalam mengarahkan dan membimbing mereka
- Alat pembajak sawah
Keunikan Budaya Bali dan Pesatnya
Pariwisata Bali kita tidak bisa terlepas dari sebuah dunia yang disebut
Pertanian Bali. Pertanian di bali memiliki pertalian yang erat antara
Budaya, Agama, Alam Bali dan Pariwisata di Bali. “metekap” adalah
istilah orang Bali dalam membajak sawah mereka, peralatan tradisional
yang mereka pakai terdiri dari “UGA” ditaruh pada leher kedua ekor sapi
yang kemudian di ikat pada “TENGALA” dan “LAMPIT” yang berfungsi untuk
membajak sawah.
Seiring perkembangan jaman dan teknologi
kegiatan “matekap” sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat Bali, karena
dengan kemajuan teknologi yang menghasilkan alat pembajak sawah yang
disebut dengan “Traktor” telah menggantikan alat-alat tradisional Bali.
Dengan “traktor” pekerjaan membajak sawah menjadi lebih mudah dan cepat.
Dengan adanya alat moderen inilah masyarakat menjadi lebih dimannjakan,
dan mulai meninggalkan budaya “matekap”.
- Budaya Bali yang Bertahan
Selain budaya yang menghilang dan
merapuh, Bali juga masih memiliki budaya yang tetap bertahan hingga saat
ini, antara lain sebagai berikut.
1. Upacara Pengabenan
Pulau Bali yang juga dikenal sebagai
“Pulau Seribu Pura” memiliki ritual khusus dalam memperlakukan leluhur
atau sanak saudara yang telah meninggal. Apabila di tempat lain orang
yang meninggal umumnya dikubur, tidak demikian dengan masyarakat Hindu
di Bali. Sebagaimana penganut Hindu di India, mereka akan
menyelenggarakan upacara kremasi yang disebut Ngaben, yaitu ritual
pembakaran mayat sebagai simbol penyucian roh orang yang meninggal.
Tradisi budaya ngaben ini merupakan
warisan leluhur masyarakat Bali dan diteruskan secara turun temurun ke
anak cucunya. Upacara pengabenan ini juga menjadi salah satu penarik
wisatawan di Bali karena keunikan dan keseniannya.
2. Ogoh-ogoh
Ogoh-ogoh merupakan karya seni patung
dalam kebudayaan Bali. Budaya Ogoh-ogoh ini tetap bertahan hingga saat
ini. Ogoh-ogoh ini kebudayaan yang menggambarkan kepribadian “Bhuta
Kala” dan sudah menjadi ikon ritual yang secara tradisi sangat penting
dalam penyambutan Hari Raya Nyepi atau Tahun Baru Saka. Seluruh umat
Hindu Dharma akan bersukaria menyambut kehadiran tahun baru itu dengan
mengarak-arakan “ogoh-ogoh” yang dibarengi dengan perenungan tentang
yang telah terjadi dan sudah dilakukan selama ini pada saat “Pangerupukan”
atau sehari setelah menjelang Hari Raya Nyepi, peristiwa dan prosesinya
setiap tahunnya sama yaitu pada setiap banjar membuat ogoh-ogoh.
Mengingat pentingnya Budaya ogoh-ogoh
ini, sampai sekarang masih tetap bertahan dan lestari. Disamping itu
dengan keberadaan arak-arakan “Ogoh-ogoh” yang sudah menjadi tradisi
inilah yang menambah daya tarik wisata. Balipun memiliki budaya yang
menjadi salah satu andalan kepariwisataan.
3. Tradisi Omed-omedan
Tradisi omed-omedan merupakan warisan
nenek moyang sejak dulu dan dilakukan secara turun temurun. Dahulu,
omed-omedan hanya dilakukan hanya dengan tarik-tarikan, perkembangan
jaman yang pesat lalu berubah ada ciuman. Pada saat sedang berciuman,
air diguyur agar peserta tidak kepanasan dan ciumannya tidak menjadi
lebih lama. Tradisi omed-omedan ini, dilakukan oleh dua kelompok yakni
muda dan mudi. Pemuda berdiri membentuk barisan ke belakang dan saling
berpelukan pada pinggang orang yang di depan. Demikian pula dengan
kelompok pemudi. Jumlahnya tidak dibatasi. Pada saat dikasih aba-aba
maka kelompok dua kelompok ini saling tarik menarik ke belakang,
bertumpuh pada kaki dengan lengan di pingggang. Orang yang mengambil
posisi di depan harus mampu berjalan ke depan sementara yang lain
menarik berlawanan ke belakang. Saat orang yang di depan berhasil maju
ke depan bertemu, disaat itulah keduanya berpelukan dan berciuman.
sumber: http://blog.isi-dps.ac.id/indrapradita/kebudayaan-bali